Jumat, 22 Januari 2010

FAUZIAH (MASA GESTASI) IKA

MASA GESTASI PADA NEONATUS

DASAR PERKEMBANGAN ILMU PERINATOLOGI

1. angka kematian perinatal / neonatal yang tinggi
2. angka retardasi mental yang terjadi sejak proses kehamilan / kelahiran tinggi.
3. data survei epidemiologi
4. penelitian kesehatan reproduksi, fisiologi janin dan neonatus
5. kelangsungan hidup bayi BBLR (bayi berat lahir rendah) dan prematur.
6. keluarga berencana

Daftar Istilah dan Definisi

Masa kehamilan / masa gestasi
Masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat kelahiran, dihitung dari hari pertama haid terakhir (menstrual age of pregnancy).
Kehamilan cukup bulan (term / aterm) : masa gestasi 37-42 minggu (259 - 294 hari) lengkap.
Kehamilan kurang bulan (preterm) : masa gestasi kurang dari 37 minggu (259 hari).
Kehamilan lewat waktu (postterm) : masa gestasi lebih dari 42 minggu (294 hari).
Bayi cukup bulan (term infant) : bayi dengan usia gestasi 37 - 42 minggu.
Bayi kurang bulan (preterm infant) : bayi dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu.

Masa perinatal
Masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan 4 minggu (28 hari) sesudah kelahiran. Ukuran statistik : masa sejak kehamilan 28 minggu sampai dengan 28 hari sesudah lahir (batasan lama). Sekarang menjadi masa sejak kehamilan 22 minggu, karena viabilitas dan harapan hidup janin yang makin besar pada usia kehamilan yang lebih muda (menurut ICD-10 WHO). Ukuran biologis : masa sejak terjadinya konsepsi sampai satu bulan sesudah lahir, dihitung sejak hari pertama haid terakhir.

Masa neonatal
Masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari) sesudah kelahiran.

Neonatus
Bayi berumur 0 (baru lahir) sampai dengan usia 1 bulan sesudah lahir.
Neonatus dini : usia 0 - 7 hari
Neonatus lanjut : usia 7 - 28 hari.

Berat badan lahir (birthweight)
Berat badan neonatus pada saat kelahiran, ditimbang dalam waktu satu jam sesudah lahir.
Bayi berat lahir cukup : bayi dengan berat lahir > 2500 g.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) / Low birthweight infant : bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1500 - 2500 g.
Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) / Very low birthweight infant : bayi dengan berat badan lahir 1000 - 1500 g.
Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) / Extremely very low birthweight infant : bayi lahir hidup dengan berat badan lahir kurang dari 1000 g.

Abortus : bayi lahir dengan berat badan kurang dari 500 g, dan / atau usia gestasi kurang dari 20 minggu. Angka harapan hidup amat sangat kecil, kurang dari 1%.

Lahir hidup (live birth)
Pengeluaran lengkap suatu hasil konsepsi (bayi), tanpa memandang masa kehamilannya, di mana, setelah terpisah dari ibunya, bayi tersebut menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti gerakan napas, pulsasi jantung, pulsasi tali pusat, atau pergerakan otot, tanpa membedakan keadaan tali pusat sudah dipotong atau belum ataupun masih terhubung dengan plasenta.

Kematian janin
Kematian sebelum terjadinya pengeluaran yang lengkap hasil konsepsi dari ibunya, tanpa memandang masa kehamilan. Kematian ditandai dengan tidak adanya usaha pernapasan atau tanda-tanda kehidupan yang lain seperti pulsasi jantung, pulsasi tali pusat atau pergerakan otot-otot.

Lahir mati (stillbirth)
Kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati, yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu atau berat lahir sekurang-kurangnya 1000 g.

Kematian perinatal
Kematian pada masa kehamilan 28 minggu sampai dengan 7 hari sesudah lahir. Angka kematian perinatal (perinatal mortality rate) : jumlah kematian perinatal dikali 1000 lalu dibagi dengan jumlah bayi lahir hidup dan lahir mati. Kematian neonatal dini (early neonatal death) Kematian bayi pada 7 hari pertama sesudah lahir. (jika kurang dari satu hari, gunakan hitungan yang sesuai - jam atau menit). Kematian neonatal lanjut (late neonatal death) Kematian bayi pada hari ke 7 - 28 sesudah lahir.

ADAPTASI NEONATAL

Pengertian : proses penyesuaian fungsional neonatus dari kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar uterus. Kemampuan adaptasi fisiologis ini disebut juga homeostasis. Bila terdapat gangguan adaptasi : bayi akan sakit.

Homeostasis

1. kemampuan mempertahankan fungsi-fungsi vital
2. bersifat dinamis
3. dipengaruhi tahap tumbuh kembang, termasuk masa pertumbuhan dan perkembangan intrauterin.
Pada bayi kurang bulan, terdapat berbagai gangguan mekanisme adaptasi.

Adaptasi segera : fungsi-fungsi vital (sirkulasi, respirasi, susunan saraf pusat, pencernaan dan metabolisme).

Homeostasis neonatus ditentukan oleh keseimbangan antara maturitas dan status gizi.

Kemampuan homeostasis pada neonatus berdasarkan usia kehamilan :
1. cukup bulan : memadai
2. kurang bulan : tergantung masa gestasi. Matriks otak belum sempurna, mudah terjadi perdarahan intrakranial. Angka kejadian sindrom gawat napas neonatus dan hiperbilirubinemia tinggi.
3. lewat waktu : terjadi hambatan pertumbuhan janin intrauterin akibat penurunan fungsi plasenta, terjadi hipoksia janin.

Masa neonatus lebih tepat jika dipandang sebagai masa adaptasi dari kehidupan intrauterin menuju kehidupan ekstrauterin dari berbagai sistem.

EVALUASI NEONATUS
1. menilai tahap pertumbuhan dan perkembangan janin, kesesuaian usia kehamilan 2. menilai adaptasi neonatal (skor Apgar, refleks) 3. menilai fisik neonatal secara sistematik (ada/tidak kelainan morfologi/fisiologi) 4. memberi identifikasi : jenis kelamin, berat badan, panjang badan 5. menentukan penanganan yang diperlukan
Klasifikasi neonatus menurut masa gestasi
1. kurang bulan (preterm infant) : kurang 259 hari (37 minggu)
2. cukup bulan (term infant) : 259 sampai 294 hari (37-42 minggu)
3. lebih bulan (postterm infant) : lebih dari 294 hari (42 minggu) atau lebih.

Klasifikasi neonatus menurut berat lahir
1. berat lahir rendah : kurang dari 2500 g
2. berat lahir cukup : antara 2500 sampai 4000 g
3. berat lahir lebih : lebih dari 4000 g

Klasifikasi menurut berat lahir terhadap masa gestasi
dideskripsikan masa gestasi dan ukuran berat lahir yang sesuai untuk masa kehamilannya :
1. neonatus cukup/kurang/lebih bulan (NCB/NKB/NLB)
2. sesuai/kecil/besar untuk masa kehamilan (SMK/KMK/BMK)

DAFTAR PUSTAKA
sherikay-1.blogspot.com/2008/11/perinatologi.html

IKA (MASA GESTASI PADA NEONATUS)

HUBUNGAN MASA GESTASI DENGAN BERAT BADAN LAHIR BAYI

A. Definisi
BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2.500 gram (sampai 2.499 gram). BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan. BBLR ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram) (Prawirohardjo, 2006 : 376).
WHO (1961) mengganti istilah bayi prematur dengan Berat Badan Bayi Lahir Rendah. Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram pada waktu lahir bayi prematur.
Bayi dengan berat badan lahir rendah dibagi 2 golongan yaitu :
1. Prematur Murni
Prematur Murni, yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan (Ester 2003 : 30-31).
2. Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan, hal ini karena mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (Ester 2003 : 30-31).

B. Etiologi
BBLR dapat disebabkan oleh beberapa faktor (Jumarni, dkk., 1994 74), yaitu :
1 Faktor ibu, meliputi penyakit yang diderita ibu misalnya, tosemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, nefritis akut, diabetes melitus, dan lain-lain. Usia ibu saat hamil lebih dari 35 tahun, multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat, dan lain-lain. Keadaan sosial ekonomi, golongan sosial ekonomi dan perkawinan yang tidak sah. Sebab lain termasuk karena ibu adalah seorang perokok dan peminum minuman beralkohol atau pengguna narkotika.
2 Faktor janin, meliputi hidramnion, kehamilan ganda, kelainan kromosom, dan lain-lain.
3 Faktor lingkungan, meliputi tempat tinggal, radiasi dan zat-zat beracun.

C. Faktor-Faktor Penyebab BBLR
Menurut Manuaba (1998, : 326), faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya BBLR adalah :
1 Faktor Ibu
a. Gizi saat hamil yang kurang
Kekurangan gizi selama hamil akan berakibat buruk terhadap janin seperti prematuritas, gangguan pertumbuhan janin, kelahiran mati maupun kematian neonatal dini. Penentuan status gizi yang baik yaitu dengan mengukur berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikkan berat badan selama hamil (Setyowati, 1996).
b. Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun
Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain. Kelahiran bayi BBLR lebih tinggi pada ibu-ibu muda berusia kurang dari 20 tahun (Doenges, 2001 : 148).
Pada ibu yang tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat mempengaruhi janin intra uterin dan dapat menyebabkan kelahiran BBLR (Setyowati, 1996).
Faktor usia ibu bukanlah faktor utama kelahiran BBLR, tetapi kelahiran BBLR tampak meningkat pada wanita yang berusia di luar usia 20 sampai 35 tahun (Departemen Kesehatan, 1996 : 14).
c. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik (Departemen Kesehatan, 1998 : 33).
Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (dibawah dua tahun) akan mengalami peningkatan resiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan placenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (Ilyas, 1995 : 106).
d. Paritas ibu
Jumlah anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin sehingga melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah (Departemen Kesehatan, 1998 : 33).
2 Faktor Kehamilan
a. Hamil Dengan Hidramnion
Hidramnion yang kadang-kadang disebut polihidramnion merupakan keadaan cairan amnion yang berlebihan. Hidromnion dapat menimbulkan persalinan sebelum kehamilan 28 minggu, sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan dapat meningkatkan kejadian BBLR (Cuningham, 1995 : 625).
b. Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan pada kehamilan diatas 22 minggu hingga mejelang persalinan yaitu sebelum bayi dilahirkan (Saifuddin, 2002 : 160). Komplikasi utama dari perdarahan antepartum adalah perdarahan yang menyebabkan anemia dan syok yang menyebabkan keadaan ibu semakin jelek. Keadaan ini yang menyebabkan gangguan ke placenta yang mengakibatkan anemia pada janin bahkan terjadi syok intrauterin yang mengakibatkan kematian janin intrauterin (Wiknjosastro, 1999 : 365). Bila janin dapat diselamatkan, dapat terjadi berat badan lahir rendah, sindrom gagal napas dan komplikasi asfiksia (Mansjoer, 1999 : 279).
c. Komplikasi Hamil
- Pre-eklampsia / Eklampsia
Pre-eklampsia / Eklampsia dapat mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan janin dalam kandungan atau IUGR dan kelahiran mati. Hal ini disebabkan karena Pre-eklampsia / Eklampsia pada ibu akan menyebabkan perkapuran di daerah placenta, sedangkan bayi memperoleh makanan dan oksigen dari placenta, dengan adanya perkapuran di daerah placenta, suplai makanan dan oksigen yang masuk ke janin berkurang (Ilyas, 1995 : 5).
- Ketuban Pecah Dini
Ketuban dinyatakan pecah sebelum waktunya bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban Pecah Dini (KPD) disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran yang diakibatkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks (Mansjoer. 1999 : 310). Pada persalinan normal selaput ketuban biasanya pecah atau di pecahkan setelah pembukaan lengkap, apabila ketuban pecah dini, merupakan masalah yang penting dalam obstetri yang berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi ibu (Mansjoer, 1999 : 313).
- Hipertensi
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada permulaan persalinan, hipertensi dalam kehamilan menjadi penyebab penting dari kelahiran mati dan kematian neonatal (Sukadi,2000:3). Ibu dengan hipertensi akan menyebabkan terjadinya insufisiensi placenta, hipoksia sehingga pertumbuhan janin terhambat dan sering terjadi kelahiran prematur (Sukadi, 2000;6).
4 Faktor Janin
a. Cacat Bawaan (kelainan kongenital)
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur (Wiknjosastro, 1999 : 723). Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) atau bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi Berat Lahir Rendah dengan kelainan kongenital yang mempunyai berat kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya (Wiknjosastro, 1999 : 723).
b. Infeksi Dalam Rahim
Infeksi hepatitis terhadap kehamilan bersumber dari gangguan fungsi hati dalam mengatur dan mempertahankan metabolisme tubuh, sehingga aliran nutrisi ke janin dapat terganggu atau berkurang. Oleh karena itu, pengaruh infeksi hepatitis menyebabkan abortus atau persalinan prematuritas dan kematian janin dalam rahim (Manuaba, 1998 : 277).
Wanita hamil dengan infeksi rubella akan berakibat buruk terhadap janin. Infeksi ini dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah, cacat bawaan dan kematian janin (Mochtar, 1998 : 181).
c. Hamil Ganda
Berat badan kedua janin pada kehamilan kembar tidak sama, dapat berbeda antara 50 sampai 1.000 gram, karena pembagian darah pada placenta untuk kedua janin tidak sama (Wiknjosastro, 1999 : 391).
Regangan pada uterus yang berlebihan kehamilan ganda salah satu faktor yang menyebabkan kelahiran BBLR (Departemen Kesehatan, 1996 : 14). Pada kehamilan ganda distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan sering terjadi partus prematus. Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan ganda bertambah yang dapat menyebabkan anemia dan penyakit defisiensi lain, sehingga sering lahir bayi yang kecil. Kematian perinatal anak kembar lebih tinggi daripada anak dengan kehamilan tunggal dan prematuritas merupakan penyebab utama (Wiknjosastro, 1999 : 393).

D. Prognosis BBLR
Prognosis BBLR ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, misalnya masa gestasi. Makin muda masa gestasi atau makin rendah berat bayi makin tinggi angka kematian. Prognosis ini juga tergantung dari keadaaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan postnatal. Bayi Berat Lahir Rendah cenderung memperlihatkan gangguan pertumbuhan setelah lahir (Wiknjosastro, 1999 : 783).
2.1.4.1 Masalah Bayi Dengan BBLR
Menurut Manuaba (1998 : 327), menghadapi bayi BBLR harus memperlihatkan masalah-masalah berikut :
a. Suhu tubuh yang belum stabil
1.Pusat mengatur napas badan masih belum sempurna
2.Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya bertambah
3.Otot bayi masih lemah
4.Lemak kulit dan lemak coklat kurang, sehingga cepat kehilangan panas
5.Pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi dengan baik
b. Gangguan pernapasan
1.Pusat pengaturan pernapasan belum sempurna
2.Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangan tidak sempurna
3.Otot pernapasan dan tulang iga masih lemah
4.Penyakit gangguan pernapasan : penyakit hialin membran, mudah terkena infeksi paru-paru dan gagal pernapasan
c.Gangguan alat pencernaan makanan dan problema nutrisi
1.Alat pencernaan belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan makanan masih lemah dan kurang baik
2.Aktifitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna, sehingga pengosongan lambung berkurang
d.Hepar yang belum matang (immatur)
Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah terjadi hiperbilirubinemia (kuning) dan defisiensi vitamin K.
e.Ginjal masih belum matang
Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna sehingga mudah terjadi edema dan asidosis metabolic.
f.Perdarahan dalam otak
1.Pembuluh darah bayi prematur masih rapuh dan mudah pecah
2.Pemberian O2 belum mampu diatur sehingga mempermudah terjadi perdarahan dan nekrosis
3.Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan menyebabkan kematian bayi
4.Sering mengalami gangguan pernapasan sehingga mempermudah terjadi perdarahan otak
Alat tubuh bayi prematur belum berfungsi seperti bayi matur. Oleh sebab itu, ia mengalami lebih banyak kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya. Makin pendek masa kehamilannya makin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, dengan akibat makin mudahnya komplikasi dan makin tingginya angka kematiannya. (Prawirohardjo, 2005 : 775). Pada saat persalinan, BBLR mempunyai resiko yaitu asfiksia atau gagal untuk bernapas secara spontan dan teratur saat atau beberapa menit setelah lahir. Hal itu diakibatkan factor paru yang belum matang.

E.Penanganan BBLR
1 Mempertahankan suhu dengan ketat
BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat.
2 Mencegah infeksi dengan ketat
BBLR sangat rentan akan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi.
3 Pengawasan nutrisi / ASI
Refleks menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat.
4 Penimbangan ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi / nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat (Prawirohardjo, 2006 : 377)

F. Upaya Pencegahan BBLR
Mengingat bahwa perawatan BBLR sebagaimana yang kita ketahui dilaksanakan di negara maju ataupun di beberapa rumah sakit rujukan di Indonesia membutuhkan biaya yang sangat besar. Maka upaya pencegahan pada masa pra hamil dan masa hamil menjadi sangat penting.
Pada masa hamil perawatan antenatal harus mampu mendeteksi dini resiko terjadinya BBLR. Bila resiko ini ada maka penatalaksanaannya yang tepat adalah merujuk kasus ke pusat pelayanan yang memiliki kemampuan diagnostik lebih lengkap guna penelitian laboratorium, sehingga terapi akan ditentukan dengan baik
Adapun upaya-upaya lain yang dapat dilaksanakan untuk mencegah terjadinya BBLR :
1. Upaya agar melaksanakan antenatal care yang baik, segera melakukan konsultasi dan merujuk bila ibu terdapat kelainan.
2. Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya persalinan dengan BBLR.
3. Tingkatkan penerimaaan keluarga berencana.
4. Anjurkan lebih banyak istirahat, bila kehamilan mendekati aterm, atau istirahat berbaring bila terjadi keadaan yang menyimpang dari kehamilan normal.
5. Tingkatkan kerjasama dengan dukun beranak yang masih mendapat kepercayaan masyarakat.

Daftar Pustaka:
Prawirohardjo, Sarwono 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatural, Jakarta : EGC.
Ester, Monica. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC.
Mansjoer. K, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Edisi Ketiga, Jakarta. Media Aescu Lapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indoensia.
Saifudin, A. B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Material dan Neonatal. Edisi ke I, Cetakan ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta : EGC.

IKA (MASA GESTASI PADA NEONATUS)

HUBUNGAN MASA GESTASI DENGAN BERAT BADAN LAHIR BAYI

A. Definisi
BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2.500 gram (sampai 2.499 gram). BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan. BBLR ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram) (Prawirohardjo, 2006 : 376).
WHO (1961) mengganti istilah bayi prematur dengan Berat Badan Bayi Lahir Rendah. Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram pada waktu lahir bayi prematur.
Bayi dengan berat badan lahir rendah dibagi 2 golongan yaitu :
1. Prematur Murni
Prematur Murni, yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan (Ester 2003 : 30-31).
2. Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan, hal ini karena mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (Ester 2003 : 30-31).

B. Etiologi
BBLR dapat disebabkan oleh beberapa faktor (Jumarni, dkk., 1994 74), yaitu :
1 Faktor ibu, meliputi penyakit yang diderita ibu misalnya, tosemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, nefritis akut, diabetes melitus, dan lain-lain. Usia ibu saat hamil lebih dari 35 tahun, multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat, dan lain-lain. Keadaan sosial ekonomi, golongan sosial ekonomi dan perkawinan yang tidak sah. Sebab lain termasuk karena ibu adalah seorang perokok dan peminum minuman beralkohol atau pengguna narkotika.
2 Faktor janin, meliputi hidramnion, kehamilan ganda, kelainan kromosom, dan lain-lain.
3 Faktor lingkungan, meliputi tempat tinggal, radiasi dan zat-zat beracun.

C. Faktor-Faktor Penyebab BBLR
Menurut Manuaba (1998, : 326), faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya BBLR adalah :
1 Faktor Ibu
a. Gizi saat hamil yang kurang
Kekurangan gizi selama hamil akan berakibat buruk terhadap janin seperti prematuritas, gangguan pertumbuhan janin, kelahiran mati maupun kematian neonatal dini. Penentuan status gizi yang baik yaitu dengan mengukur berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikkan berat badan selama hamil (Setyowati, 1996).
b. Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun
Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain. Kelahiran bayi BBLR lebih tinggi pada ibu-ibu muda berusia kurang dari 20 tahun (Doenges, 2001 : 148).
Pada ibu yang tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat mempengaruhi janin intra uterin dan dapat menyebabkan kelahiran BBLR (Setyowati, 1996).
Faktor usia ibu bukanlah faktor utama kelahiran BBLR, tetapi kelahiran BBLR tampak meningkat pada wanita yang berusia di luar usia 20 sampai 35 tahun (Departemen Kesehatan, 1996 : 14).
c. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik (Departemen Kesehatan, 1998 : 33).
Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (dibawah dua tahun) akan mengalami peningkatan resiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan placenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (Ilyas, 1995 : 106).
d. Paritas ibu
Jumlah anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin sehingga melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah (Departemen Kesehatan, 1998 : 33).
2 Faktor Kehamilan
a. Hamil Dengan Hidramnion
Hidramnion yang kadang-kadang disebut polihidramnion merupakan keadaan cairan amnion yang berlebihan. Hidromnion dapat menimbulkan persalinan sebelum kehamilan 28 minggu, sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan dapat meningkatkan kejadian BBLR (Cuningham, 1995 : 625).
b. Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan pada kehamilan diatas 22 minggu hingga mejelang persalinan yaitu sebelum bayi dilahirkan (Saifuddin, 2002 : 160). Komplikasi utama dari perdarahan antepartum adalah perdarahan yang menyebabkan anemia dan syok yang menyebabkan keadaan ibu semakin jelek. Keadaan ini yang menyebabkan gangguan ke placenta yang mengakibatkan anemia pada janin bahkan terjadi syok intrauterin yang mengakibatkan kematian janin intrauterin (Wiknjosastro, 1999 : 365). Bila janin dapat diselamatkan, dapat terjadi berat badan lahir rendah, sindrom gagal napas dan komplikasi asfiksia (Mansjoer, 1999 : 279).
c. Komplikasi Hamil
- Pre-eklampsia / Eklampsia
Pre-eklampsia / Eklampsia dapat mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan janin dalam kandungan atau IUGR dan kelahiran mati. Hal ini disebabkan karena Pre-eklampsia / Eklampsia pada ibu akan menyebabkan perkapuran di daerah placenta, sedangkan bayi memperoleh makanan dan oksigen dari placenta, dengan adanya perkapuran di daerah placenta, suplai makanan dan oksigen yang masuk ke janin berkurang (Ilyas, 1995 : 5).
- Ketuban Pecah Dini
Ketuban dinyatakan pecah sebelum waktunya bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban Pecah Dini (KPD) disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran yang diakibatkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks (Mansjoer. 1999 : 310). Pada persalinan normal selaput ketuban biasanya pecah atau di pecahkan setelah pembukaan lengkap, apabila ketuban pecah dini, merupakan masalah yang penting dalam obstetri yang berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi ibu (Mansjoer, 1999 : 313).
- Hipertensi
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada permulaan persalinan, hipertensi dalam kehamilan menjadi penyebab penting dari kelahiran mati dan kematian neonatal (Sukadi,2000:3). Ibu dengan hipertensi akan menyebabkan terjadinya insufisiensi placenta, hipoksia sehingga pertumbuhan janin terhambat dan sering terjadi kelahiran prematur (Sukadi, 2000;6).
4 Faktor Janin
a. Cacat Bawaan (kelainan kongenital)
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur (Wiknjosastro, 1999 : 723). Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) atau bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi Berat Lahir Rendah dengan kelainan kongenital yang mempunyai berat kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya (Wiknjosastro, 1999 : 723).
b. Infeksi Dalam Rahim
Infeksi hepatitis terhadap kehamilan bersumber dari gangguan fungsi hati dalam mengatur dan mempertahankan metabolisme tubuh, sehingga aliran nutrisi ke janin dapat terganggu atau berkurang. Oleh karena itu, pengaruh infeksi hepatitis menyebabkan abortus atau persalinan prematuritas dan kematian janin dalam rahim (Manuaba, 1998 : 277).
Wanita hamil dengan infeksi rubella akan berakibat buruk terhadap janin. Infeksi ini dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah, cacat bawaan dan kematian janin (Mochtar, 1998 : 181).
c. Hamil Ganda
Berat badan kedua janin pada kehamilan kembar tidak sama, dapat berbeda antara 50 sampai 1.000 gram, karena pembagian darah pada placenta untuk kedua janin tidak sama (Wiknjosastro, 1999 : 391).
Regangan pada uterus yang berlebihan kehamilan ganda salah satu faktor yang menyebabkan kelahiran BBLR (Departemen Kesehatan, 1996 : 14). Pada kehamilan ganda distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan sering terjadi partus prematus. Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan ganda bertambah yang dapat menyebabkan anemia dan penyakit defisiensi lain, sehingga sering lahir bayi yang kecil. Kematian perinatal anak kembar lebih tinggi daripada anak dengan kehamilan tunggal dan prematuritas merupakan penyebab utama (Wiknjosastro, 1999 : 393).

D. Prognosis BBLR
Prognosis BBLR ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, misalnya masa gestasi. Makin muda masa gestasi atau makin rendah berat bayi makin tinggi angka kematian. Prognosis ini juga tergantung dari keadaaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan postnatal. Bayi Berat Lahir Rendah cenderung memperlihatkan gangguan pertumbuhan setelah lahir (Wiknjosastro, 1999 : 783).
2.1.4.1 Masalah Bayi Dengan BBLR
Menurut Manuaba (1998 : 327), menghadapi bayi BBLR harus memperlihatkan masalah-masalah berikut :
a. Suhu tubuh yang belum stabil
1.Pusat mengatur napas badan masih belum sempurna
2.Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya bertambah
3.Otot bayi masih lemah
4.Lemak kulit dan lemak coklat kurang, sehingga cepat kehilangan panas
5.Pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi dengan baik
b. Gangguan pernapasan
1.Pusat pengaturan pernapasan belum sempurna
2.Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangan tidak sempurna
3.Otot pernapasan dan tulang iga masih lemah
4.Penyakit gangguan pernapasan : penyakit hialin membran, mudah terkena infeksi paru-paru dan gagal pernapasan
c.Gangguan alat pencernaan makanan dan problema nutrisi
1.Alat pencernaan belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan makanan masih lemah dan kurang baik
2.Aktifitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna, sehingga pengosongan lambung berkurang
d.Hepar yang belum matang (immatur)
Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah terjadi hiperbilirubinemia (kuning) dan defisiensi vitamin K.
e.Ginjal masih belum matang
Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna sehingga mudah terjadi edema dan asidosis metabolic.
f.Perdarahan dalam otak
1.Pembuluh darah bayi prematur masih rapuh dan mudah pecah
2.Pemberian O2 belum mampu diatur sehingga mempermudah terjadi perdarahan dan nekrosis
3.Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan menyebabkan kematian bayi
4.Sering mengalami gangguan pernapasan sehingga mempermudah terjadi perdarahan otak
Alat tubuh bayi prematur belum berfungsi seperti bayi matur. Oleh sebab itu, ia mengalami lebih banyak kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya. Makin pendek masa kehamilannya makin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, dengan akibat makin mudahnya komplikasi dan makin tingginya angka kematiannya. (Prawirohardjo, 2005 : 775). Pada saat persalinan, BBLR mempunyai resiko yaitu asfiksia atau gagal untuk bernapas secara spontan dan teratur saat atau beberapa menit setelah lahir. Hal itu diakibatkan factor paru yang belum matang.

E.Penanganan BBLR
1 Mempertahankan suhu dengan ketat
BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat.
2 Mencegah infeksi dengan ketat
BBLR sangat rentan akan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi.
3 Pengawasan nutrisi / ASI
Refleks menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat.
4 Penimbangan ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi / nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat (Prawirohardjo, 2006 : 377)

F. Upaya Pencegahan BBLR
Mengingat bahwa perawatan BBLR sebagaimana yang kita ketahui dilaksanakan di negara maju ataupun di beberapa rumah sakit rujukan di Indonesia membutuhkan biaya yang sangat besar. Maka upaya pencegahan pada masa pra hamil dan masa hamil menjadi sangat penting.
Pada masa hamil perawatan antenatal harus mampu mendeteksi dini resiko terjadinya BBLR. Bila resiko ini ada maka penatalaksanaannya yang tepat adalah merujuk kasus ke pusat pelayanan yang memiliki kemampuan diagnostik lebih lengkap guna penelitian laboratorium, sehingga terapi akan ditentukan dengan baik
Adapun upaya-upaya lain yang dapat dilaksanakan untuk mencegah terjadinya BBLR :
1. Upaya agar melaksanakan antenatal care yang baik, segera melakukan konsultasi dan merujuk bila ibu terdapat kelainan.
2. Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya persalinan dengan BBLR.
3. Tingkatkan penerimaaan keluarga berencana.
4. Anjurkan lebih banyak istirahat, bila kehamilan mendekati aterm, atau istirahat berbaring bila terjadi keadaan yang menyimpang dari kehamilan normal.
5. Tingkatkan kerjasama dengan dukun beranak yang masih mendapat kepercayaan masyarakat.

Daftar Pustaka:
Prawirohardjo, Sarwono 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatural, Jakarta : EGC.
Ester, Monica. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC.
Mansjoer. K, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Edisi Ketiga, Jakarta. Media Aescu Lapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indoensia.
Saifudin, A. B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Material dan Neonatal. Edisi ke I, Cetakan ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta : EGC.

IKA (MASA GESTASI PADA NEONATUS)

HUBUNGAN MASA GESTASI DENGAN BERAT BADAN LAHIR BAYI

A. Definisi
BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2.500 gram (sampai 2.499 gram). BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan. BBLR ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram) (Prawirohardjo, 2006 : 376).
WHO (1961) mengganti istilah bayi prematur dengan Berat Badan Bayi Lahir Rendah. Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram pada waktu lahir bayi prematur.
Bayi dengan berat badan lahir rendah dibagi 2 golongan yaitu :
1. Prematur Murni
Prematur Murni, yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan (Ester 2003 : 30-31).
2. Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan, hal ini karena mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (Ester 2003 : 30-31).

B. Etiologi
BBLR dapat disebabkan oleh beberapa faktor (Jumarni, dkk., 1994 74), yaitu :
1 Faktor ibu, meliputi penyakit yang diderita ibu misalnya, tosemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, nefritis akut, diabetes melitus, dan lain-lain. Usia ibu saat hamil lebih dari 35 tahun, multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat, dan lain-lain. Keadaan sosial ekonomi, golongan sosial ekonomi dan perkawinan yang tidak sah. Sebab lain termasuk karena ibu adalah seorang perokok dan peminum minuman beralkohol atau pengguna narkotika.
2 Faktor janin, meliputi hidramnion, kehamilan ganda, kelainan kromosom, dan lain-lain.
3 Faktor lingkungan, meliputi tempat tinggal, radiasi dan zat-zat beracun.

C. Faktor-Faktor Penyebab BBLR
Menurut Manuaba (1998, : 326), faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya BBLR adalah :
1 Faktor Ibu
a. Gizi saat hamil yang kurang
Kekurangan gizi selama hamil akan berakibat buruk terhadap janin seperti prematuritas, gangguan pertumbuhan janin, kelahiran mati maupun kematian neonatal dini. Penentuan status gizi yang baik yaitu dengan mengukur berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikkan berat badan selama hamil (Setyowati, 1996).
b. Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun
Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain. Kelahiran bayi BBLR lebih tinggi pada ibu-ibu muda berusia kurang dari 20 tahun (Doenges, 2001 : 148).
Pada ibu yang tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat mempengaruhi janin intra uterin dan dapat menyebabkan kelahiran BBLR (Setyowati, 1996).
Faktor usia ibu bukanlah faktor utama kelahiran BBLR, tetapi kelahiran BBLR tampak meningkat pada wanita yang berusia di luar usia 20 sampai 35 tahun (Departemen Kesehatan, 1996 : 14).
c. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik (Departemen Kesehatan, 1998 : 33).
Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (dibawah dua tahun) akan mengalami peningkatan resiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan placenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (Ilyas, 1995 : 106).
d. Paritas ibu
Jumlah anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin sehingga melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah (Departemen Kesehatan, 1998 : 33).
2 Faktor Kehamilan
a. Hamil Dengan Hidramnion
Hidramnion yang kadang-kadang disebut polihidramnion merupakan keadaan cairan amnion yang berlebihan. Hidromnion dapat menimbulkan persalinan sebelum kehamilan 28 minggu, sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan dapat meningkatkan kejadian BBLR (Cuningham, 1995 : 625).
b. Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan pada kehamilan diatas 22 minggu hingga mejelang persalinan yaitu sebelum bayi dilahirkan (Saifuddin, 2002 : 160). Komplikasi utama dari perdarahan antepartum adalah perdarahan yang menyebabkan anemia dan syok yang menyebabkan keadaan ibu semakin jelek. Keadaan ini yang menyebabkan gangguan ke placenta yang mengakibatkan anemia pada janin bahkan terjadi syok intrauterin yang mengakibatkan kematian janin intrauterin (Wiknjosastro, 1999 : 365). Bila janin dapat diselamatkan, dapat terjadi berat badan lahir rendah, sindrom gagal napas dan komplikasi asfiksia (Mansjoer, 1999 : 279).
c. Komplikasi Hamil
- Pre-eklampsia / Eklampsia
Pre-eklampsia / Eklampsia dapat mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan janin dalam kandungan atau IUGR dan kelahiran mati. Hal ini disebabkan karena Pre-eklampsia / Eklampsia pada ibu akan menyebabkan perkapuran di daerah placenta, sedangkan bayi memperoleh makanan dan oksigen dari placenta, dengan adanya perkapuran di daerah placenta, suplai makanan dan oksigen yang masuk ke janin berkurang (Ilyas, 1995 : 5).
- Ketuban Pecah Dini
Ketuban dinyatakan pecah sebelum waktunya bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban Pecah Dini (KPD) disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran yang diakibatkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks (Mansjoer. 1999 : 310). Pada persalinan normal selaput ketuban biasanya pecah atau di pecahkan setelah pembukaan lengkap, apabila ketuban pecah dini, merupakan masalah yang penting dalam obstetri yang berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi ibu (Mansjoer, 1999 : 313).
- Hipertensi
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada permulaan persalinan, hipertensi dalam kehamilan menjadi penyebab penting dari kelahiran mati dan kematian neonatal (Sukadi,2000:3). Ibu dengan hipertensi akan menyebabkan terjadinya insufisiensi placenta, hipoksia sehingga pertumbuhan janin terhambat dan sering terjadi kelahiran prematur (Sukadi, 2000;6).
4 Faktor Janin
a. Cacat Bawaan (kelainan kongenital)
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur (Wiknjosastro, 1999 : 723). Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) atau bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi Berat Lahir Rendah dengan kelainan kongenital yang mempunyai berat kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya (Wiknjosastro, 1999 : 723).
b. Infeksi Dalam Rahim
Infeksi hepatitis terhadap kehamilan bersumber dari gangguan fungsi hati dalam mengatur dan mempertahankan metabolisme tubuh, sehingga aliran nutrisi ke janin dapat terganggu atau berkurang. Oleh karena itu, pengaruh infeksi hepatitis menyebabkan abortus atau persalinan prematuritas dan kematian janin dalam rahim (Manuaba, 1998 : 277).
Wanita hamil dengan infeksi rubella akan berakibat buruk terhadap janin. Infeksi ini dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah, cacat bawaan dan kematian janin (Mochtar, 1998 : 181).
c. Hamil Ganda
Berat badan kedua janin pada kehamilan kembar tidak sama, dapat berbeda antara 50 sampai 1.000 gram, karena pembagian darah pada placenta untuk kedua janin tidak sama (Wiknjosastro, 1999 : 391).
Regangan pada uterus yang berlebihan kehamilan ganda salah satu faktor yang menyebabkan kelahiran BBLR (Departemen Kesehatan, 1996 : 14). Pada kehamilan ganda distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan sering terjadi partus prematus. Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan ganda bertambah yang dapat menyebabkan anemia dan penyakit defisiensi lain, sehingga sering lahir bayi yang kecil. Kematian perinatal anak kembar lebih tinggi daripada anak dengan kehamilan tunggal dan prematuritas merupakan penyebab utama (Wiknjosastro, 1999 : 393).

D. Prognosis BBLR
Prognosis BBLR ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, misalnya masa gestasi. Makin muda masa gestasi atau makin rendah berat bayi makin tinggi angka kematian. Prognosis ini juga tergantung dari keadaaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan postnatal. Bayi Berat Lahir Rendah cenderung memperlihatkan gangguan pertumbuhan setelah lahir (Wiknjosastro, 1999 : 783).
2.1.4.1 Masalah Bayi Dengan BBLR
Menurut Manuaba (1998 : 327), menghadapi bayi BBLR harus memperlihatkan masalah-masalah berikut :
a. Suhu tubuh yang belum stabil
1.Pusat mengatur napas badan masih belum sempurna
2.Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya bertambah
3.Otot bayi masih lemah
4.Lemak kulit dan lemak coklat kurang, sehingga cepat kehilangan panas
5.Pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi dengan baik
b. Gangguan pernapasan
1.Pusat pengaturan pernapasan belum sempurna
2.Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangan tidak sempurna
3.Otot pernapasan dan tulang iga masih lemah
4.Penyakit gangguan pernapasan : penyakit hialin membran, mudah terkena infeksi paru-paru dan gagal pernapasan
c.Gangguan alat pencernaan makanan dan problema nutrisi
1.Alat pencernaan belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan makanan masih lemah dan kurang baik
2.Aktifitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna, sehingga pengosongan lambung berkurang
d.Hepar yang belum matang (immatur)
Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah terjadi hiperbilirubinemia (kuning) dan defisiensi vitamin K.
e.Ginjal masih belum matang
Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna sehingga mudah terjadi edema dan asidosis metabolic.
f.Perdarahan dalam otak
1.Pembuluh darah bayi prematur masih rapuh dan mudah pecah
2.Pemberian O2 belum mampu diatur sehingga mempermudah terjadi perdarahan dan nekrosis
3.Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan menyebabkan kematian bayi
4.Sering mengalami gangguan pernapasan sehingga mempermudah terjadi perdarahan otak
Alat tubuh bayi prematur belum berfungsi seperti bayi matur. Oleh sebab itu, ia mengalami lebih banyak kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya. Makin pendek masa kehamilannya makin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, dengan akibat makin mudahnya komplikasi dan makin tingginya angka kematiannya. (Prawirohardjo, 2005 : 775). Pada saat persalinan, BBLR mempunyai resiko yaitu asfiksia atau gagal untuk bernapas secara spontan dan teratur saat atau beberapa menit setelah lahir. Hal itu diakibatkan factor paru yang belum matang.

E.Penanganan BBLR
1 Mempertahankan suhu dengan ketat
BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat.
2 Mencegah infeksi dengan ketat
BBLR sangat rentan akan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi.
3 Pengawasan nutrisi / ASI
Refleks menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat.
4 Penimbangan ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi / nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat (Prawirohardjo, 2006 : 377)

F. Upaya Pencegahan BBLR
Mengingat bahwa perawatan BBLR sebagaimana yang kita ketahui dilaksanakan di negara maju ataupun di beberapa rumah sakit rujukan di Indonesia membutuhkan biaya yang sangat besar. Maka upaya pencegahan pada masa pra hamil dan masa hamil menjadi sangat penting.
Pada masa hamil perawatan antenatal harus mampu mendeteksi dini resiko terjadinya BBLR. Bila resiko ini ada maka penatalaksanaannya yang tepat adalah merujuk kasus ke pusat pelayanan yang memiliki kemampuan diagnostik lebih lengkap guna penelitian laboratorium, sehingga terapi akan ditentukan dengan baik
Adapun upaya-upaya lain yang dapat dilaksanakan untuk mencegah terjadinya BBLR :
1. Upaya agar melaksanakan antenatal care yang baik, segera melakukan konsultasi dan merujuk bila ibu terdapat kelainan.
2. Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya persalinan dengan BBLR.
3. Tingkatkan penerimaaan keluarga berencana.
4. Anjurkan lebih banyak istirahat, bila kehamilan mendekati aterm, atau istirahat berbaring bila terjadi keadaan yang menyimpang dari kehamilan normal.
5. Tingkatkan kerjasama dengan dukun beranak yang masih mendapat kepercayaan masyarakat.

Daftar Pustaka:
Prawirohardjo, Sarwono 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatural, Jakarta : EGC.
Ester, Monica. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC.
Mansjoer. K, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Edisi Ketiga, Jakarta. Media Aescu Lapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indoensia.
Saifudin, A. B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Material dan Neonatal. Edisi ke I, Cetakan ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta : EGC.

Minggu, 03 Januari 2010

askeb perawatan perenium bufas

Pokok Bahasan : Perawatan Ibu Nifas
Sub Pokok Bahasan : Perawatan Perineum di rumah
Sasaran : Ibu Nifas
Hari/Tanggal :……/….,…………,200..
Waktu :
Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan sasaran diharapkan dapat memahami perawatan perineum pada ibu nifas di rumah.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diberikan penyuluhan 1 x 45 menit sasaran diharapkan mampu :
Menyebutkan tujuan perawatan perineum
Menyebutkan alat-alat untuk perawatan perineum
Menjelaskan cara kerja perawatan perineum
Media
Flipchart dan leaflet
Materi
Terlampir
Metode
Ceramah dan tanya jawab
Kegiatan Belajar Mengajar
Memperkenalkan diri
Memberikan penyuluhan/ceramah
Memberikan kesempatan bertanya
Evaluasi : jawaban lisan
Menutup acara
Evaluasi
Sebutkan tujuan perawatan perineum
Sebutkan alat-alat untuk perawatan perineum
Jelaskan cara kerja perawatan perineum
MATERI PENYULUHAN PERAWATAN PERINEUM
TUJUAN
Rasa nyaman terpenuhi / bersih
Tidak terjadi infeksi
Nyeri berkurang
ALAT-ALAT PERAWATAN PERINEUM
Betadine
Kassa steril
Pembalut bersih
Air cebok anti septik/air rebusan daun sirih
Celana dalam yang bersih
CARA KERJA
Melakukan cuci tangan
Mengatur posisi ibu yang nyaman : jika di tempat tidur posisi semifowler/fowler, lutut ditekuk
Membuka baju bagian bawah
Membersihkan paha bagian atas dan keringkan ( kiri dan kanan )
Bersihkan lipatan bagian atas ( labia mayora ). Tangan kiri menarik lipatan ke atas, tangan kanan membersihkan dengan hati-hati lipatan kulit. Usap dari perineum kearah anus. Ulangi pada sisi yang berlawanan
Regangkan lipatan bagian atas ( labia mayora) dengan tangan kiri. Tangan kanan yang lain membersihkan dari area bagian atas lipatan ( pubis ) ke lubang tempat buang air besar ( anus ) dengan satu kali usapan. Gunakan kapas yang berbeda. Area yang dibersihkan yaitu lipatan bagian dalam ( labia minora , klitoris dan oripicium vagina )
Tuangkan air hangat ke area perineum dan keringkan
Merubah posisi dengan posisi miring
Bersihkan area anus dari kotoran dan feses jika ada. Bersihkan dari arah depan (vagina) ke belakang (anus) dengan satu usapan. Ulangi dengan kapas yang berbeda sampai bersih
Keringkan dengan handuk. Pasang pembalut pada celana dalam. Celupkan pada kassa steril ke dalam larutan bethadine, peras lembab dan tempelkan di daerah perineum ( bila ada jahitan ) atau bila ada salep oleskan
Pasang celana dalam yang sudah dipasang pembalut, kemudian dirapihkan
Pakai pakaian bawah
Cuci tangan
HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN
Menjaga perineum selalu bersih dan kering
Hindari penggunaan obat-obat tradisional pada perineum
Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3-4 kali perhari
Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan (jika ada luka episiotomi). Ibu harus kembali lebih awal jika ia mengalami gejala-gejala seperti demam, mengeluarkan cairan yang berbau bususk dari daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi nyeri


Perineum adalah daerah antara kedua belah paha yang dibatasi oleh vulva dan anus (Danis, 2000). Post Partum adalah selang waktu antara kelahiran placenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil (Mochtar, ...

Berlangsung pada hari ke – 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai ketrampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu berkosentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil atau ... Pada tiap klien masa nifas dilakukan perawatan vulva dengan tujuan untuk mencegah terjadinya inveksi di daerah vulva, perineum maupun didalam uterus. Perawatan vulva dilakukan pada pagi dan sore hari sebelum ...

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. .... Berlangsung 3-4 hari post partum, ibu lebih berkonsentrasi pada kemampuannya menerima tanggungjawab sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat sensitif sehingga membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang ...

Periode post partum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu kembali ke keadaan tidak hamil. Dalam masa nifas, alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih seperti ke keadaan sebelum hamil. Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan pada masa nifas, maka ibu nifas membutuhkan diet yang cukup kalori dan protein, membutuhkan istirahat yang cukup dsb. Kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan ibu nifas antara lain:
1. Kebutuhan nutrisi dan cairan
Ibu nifas membutuhkan nutrisi yang cukup, bergizi seimbang, terutama kebutuhan protein dan karbohidrat.
• Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, (ibu harus mengkonsumsi 3 sampai 4 porsi setiap hari)
• Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui)
• Pil zat besi harus diminum, untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin
• Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASInya.

2. Kebutuhan Ambulasi
Sebagian besar pasien dapat melakukan ambulasi segera setelah persalinan usai. Aktifitas tersebut amat berguna bagi semua sistem tubuh, terutama fungsi usus, kandung kemih, sirkulasi dan paru-paru. Hal tersebut juga membantu mencegah trombosis pada pembuluh tungkai dan membantu kemajuan ibu dari ketergantungan peran sakit menjadi sehat. Aktivitas dapat dilakukan secara bertahap, memberikan jarak antara aktivitas dan istirahat.

3. Kebutuhan Eliminasi : BAB/BAK
Kebanyakan pasien dapat melakukan BAK secara spontan dalam 8 jam setelah melahirkan. Selama kehamilan terjadi peningkatan ektraseluler 50%. Setelah melahirkan cairan ini dieliminasi sebagai urine. Umumnya pada partus lama yang kemudian diakhiri dengan ektraksi vakum atau cunam, dapat mengakibatkan retensio urine. Bila perlu, sebaiknya dipasang dower catheter untuk memberi istirahat pada otot-otot kandung kencing. Dengan demikian, jika ada kerusakan-kerusakan pada otot-otot kandung kencing, otot-otot cepat pulih kembali sehingga fungsinya cepat pula kembali.
Buang air besar (BAB) biasanya tertunda selama 2 sampai 3 hari setelah melahirkan karena enema prapersalinan, diit cairan, obat-obatan analgesik selama persalinan dan perineum yang sakit. Memberikan asupan cairan yang cukup, diet yang tinggi serat serta ambulasi secara teratur dapat membantu untuk mencapai regulasi BAB.

4. Kebersihan diri/perineum
Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan meningkatkan perasaan nyaman pada ibu. Anjurkan ibu unutuk menjaga kebersihan diri dengan cara mandi yang teratur minimal 2 kali sehari, mengganti pakaian dan alas tempat tidur serta lingkungan dimana ibu tinggal..
Perawatan luka perineum bertujuan untuk mencegah infeksi, meningkatkan rasa nyaman dan mempercepat penyembuhan. Perawatan luka perineum dapat dilakukan dengan cara mencuci daerah genital dengan air dan sabun setiap kali habis BAK/BAB yang dimulai dengan mencuci bagian depan, baru kenudian daerah anus. Sebelum dan sesudahnya ibu dianjukan untuk mencuci tangan. Pembalut hendaknya diganti minimal 2 kali sehari. Bila pembalut yang dipakai ibu bukan pembalut habis pakai, pembalut dapat dipakai kembali dengan dicuci, dijemur dibawah sinar matahari dan disetrika.

5. Kebutuhan Istirahat
Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang dibutuhkan ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari.

6. Hubungan Seksual
Hubungan seksual dapat dilakukan dengan aman ketika luka episiotomi telah sembuh dan lokea telah berhenti. Hendaknya pula hubungan seksual dapat ditunda sedapat mungkin sampai 40 hari setelah persalinan, karena pada waktu itu diharapkan organ-organ tubuh telah pulih kembali. Ibu mengalami ovulasi dan mungkin mengalami kehamilan sebelum haid yang pertama timbul setelah persalinan. Untuk itu bila senggama tidak mungkin menunggu sampai hari ke-40, suami/istri perlu melakukan usaha untuk mencegah kehamilan. Pada saat inilah waktu yang tepat untuk memberikan konseling tentang pelayanan KB.

7. Latihan senam nifas
Pada saat hamil otot perut dan sekitar rahim serta vagina telah teregang dan melemah. Latihan senam nifas dilakukan untuk membantu mengencangkan otot-otot tersebut. Hal ini untuk mencegah terjadinya nyeri punggung dikemudian hari dan terjadinya kelemahan pada otot panggul sehingga dapat mengakibatkan ibu tidak bisa menahan BAK.
Latihan senam nifas yang dapat dilakukan antara lain :
1. Senam otot dasar panggul (dapat dilakukan setelah 3 hari pasca persalinan)
Langkah-langkah senam otot dasar panggul:
 Kerutkan/ kencangkan otot sekitar vagina, seperti kita menahan BAK selama 5 detik, kemudian kendorkan selama 3 detik, selanjutnya kencangkan lagi. Mulailah dengan 10 kali 5 detik pengencangan otot 3 kali sehari
Secara bertahap lakukan senam ini sampai mencapai 30-50 kali 5 detik dalam sehari.

2. Senam otot perut ( dilakukan setelah 1 minggu nifas)
Senam ini dilakukan dengan posisi berbaring dan lutut ttertekuk pada alas yang datar dan keras. Mulailah dengan melakukan 5 kali per hari untuk setiap jenis senam di bawah ini. Setiap minggu tambahkan frekuensinya dengan 5 kali lagi, maka pada akhir masa nifas setiap jenis senam ini dilakukan 30 kali.
Langkah-langkah senam otot perut :
a. Menggerakkan panggul
Ratakan bagian bawah punggung dengan alas tempat berbaring.
Keraskan otot perut/panggul, tahan sampai 5 hitungan, bernafas biasa.
Otot kembali relaksasi, bagian bawah ounggung kembali ke posisi semula.

b. Bernafas dalam
Tariklah nafas dalam-dalam dengan tangan diatas perut.
Perut dan tangan diatasnya akan tertarik keatas. Tahan selama 5 detik.
Keluarkan nafas panjang.
Perut dan tangan diatasnya akan terdorong kebawah.
Kencangkan otot perut dan tahan selama 5 detik.
c. Menyilangkan tungkai
Lakukan posisi seperti pada langkah A
Pada posisi tersebut, letakkan tumit ke pantat.
Bila hal ini tak dapat dilakukan, maka dekatkan tumit ke pantat sebisanya.
Tahan selama 5 detik, pertahankan bagian bawah punggung tetap rata.

d. Menekukkan tubuh
Lakukan posisi seperti langkah A
Tarik nafas dengan menarik dagu dan mengangkat kepala.
Keluarkan nafas dan angkat kedua bahu untuk mencapai kedua lutut.
Tahan selama 5 detik.
Tariklah nafas sambil kembali ke posisi dalam 5 hitungan.

e. Bila kekuatan tubuh semakin baik, lakukan sit-up yang lebih sulit.
Dengan kedua lengan diatas dada
Selanjutnya tangan di belakang kepala
Ingatlah untuk tetap mengencangkan otot perut
Bagian bawah punggung tetap menempel pada alas tempat berbaring.

Catatan :
Bila ibu merasa pusing, merasa sangat lelah atau darah nifas yang keluar bertambah banyak, ibu sebaiknya menghentikan latihan senam nifas. Mulai lagi beberapa hari kemudian dan membatasi pada latihan senam yang dirasakan tidak terlalu melelahkan.
(dikumpulkan dari berbagai sumber dan catatan kuliah)


Pengertian Perawatan Luka Perinium
Perawatan adalah proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia (biologis, psikologis, sosial dan spiritual) dalam rentang sakit sampai dengan sehat (Aziz, 2004). Perineum adalah daerah antara kedua belah paha yang dibatasi oleh vulva dan anus (Danis, 2000). Post Partum adalah selang waktu antara kelahiran placenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil (Mochtar, 2002). Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran placenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil.
Tujuan Perawatan Perineum
Tujuan perawatan perineum menurut Hamilton (2002), adalah mencegah terjadinya infeksi sehubungan dengan penyembuhan jaringan.
Sedangkan menurut Moorhouse et. al. (2001), adalah pencegahan terjadinya infeksi pada saluran reproduksi yang terjadi dalam 28 hari setelah kelahiran anak atau aborsi.
Bentuk Luka Perineum
Bentuk luka perineum setelah melahirkan ada 2 macam yaitu :
1. Rupture
Rupture adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan. Bentuk rupture biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan. (Hamilton, 2002).
2. Episotomi
Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala bayi (Eisenberg, A., 1996).
Episiotomi, suatu tindakan yang disengaja pada perineum dan vagina yang sedang dalam keadaan meregang. Tindakan ini dilakukan jika perineum diperkirakan akan robek teregang oleh kepala janin, harus dilakukan infiltrasi perineum dengan anestasi lokal, kecuali bila pasien sudah diberi anestasi epiderual. Insisi episiotomi dapat dilakukan di garis tengah atau mediolateral. Insisi garis tengah mempunyai keuntungan karena tidak banyak pembuluh darah besar dijumpai disini dan daerah ini lebih mudah diperbaiki (Jones Derek, 2002).
Pada gambar berikut ini dijelaskan tipe episotomi dan rupture yang sering dijumpai dalam proses persalinan yaitu :
1. Episiotomi medial
2. Episiotomi mediolateral
Sedangkan rupture meliputi
1. Tuberositas ischii
2. Arteri pudenda interna
3. Arteri rektalis inferior

Gambar 1. Tipe-Tipe Episiotomi
Lingkup Perawatan
Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk pencegahan infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau akibat dari perkembangbiakan bakteri pada peralatan penampung lochea (pembalut) (Feerer, 2001).
Sedangkan menurut Hamilton (2002), lingkup perawatan perineum adalah
1. Mencegah kontaminasi dari rektum
2. Menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma
3. Bersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau.
Waktu Perawatan
Menurut Feerer (2001), waktu perawatan perineum adalah
1. Saat mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
2. Setelah buang air kecil
Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni padarektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
3. Setelah buang air besar.
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang letaknya bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus dan perineum secara keseluruhan.
Penatalaksanaan
1. Persiapan
a. Ibu Pos Partum
Perawatan perineum sebaiknya dilakukan di kamar mandi dengan posisi ibu jongkok jika ibu telah mampu atau berdiri dengan posisi kaki terbuka.
b. Alat dan bahan
Alat yang digunakan adalah botol, baskom dan gayung atau shower air hangat dan handuk bersih. Sedangkan bahan yang digunakan adalah air hangat, pembalut nifas baru dan antiseptik (Fereer, 2001).
2. Penatalaksanaan
Perawatan khusus perineal bagi wanita setelah melahirkan anak mengurangi rasa ketidaknyamanan, kebersihan, mencegah infeksi, dan meningkatkan penyembuhan dengan prosedur pelaksanaan menurut Hamilton (2002) adalah sebagai berikut:
a. Mencuci tangannya
b. Mengisi botol plastik yang dimiliki dengan air hangat
c. Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan ke bawah mengarah ke rectum dan letakkan pembalut tersebut ke dalam kantung plastik.
d. Berkemih dan BAB ke toilet
e. Semprotkan ke seluruh perineum dengan air
f. Keringkan perineum dengan menggunakan tissue dari depan ke belakang.
g. Pasang pembalut dari depan ke belakang.
h. Cuci kembali tangan
3. Evaluasi
Parameter yang digunakan dalam evaluasi hasil perawatan adalah:
a. Perineum tidak lembab
b. Posisi pembalut tepat
c. Ibu merasa nyaman
Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Perineum
1. Gizi
Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap proses penyembuhan luka pada perineum karena penggantian jaringan sangat membutuhkan protein.
2. Obat-obatan
a. Steroid : Dapat menyamarkan adanya infeksi dengan menggangu respon inflamasi normal.
b. Antikoagulan : Dapat menyebabkan hemoragi.
c. Antibiotik spektrum luas / spesifik : Efektif bila diberikan segera sebelum pembedahan untuk patolagi spesifik atau kontaminasi bakteri. Jika diberikan setelah luka ditutup, tidak efektif karena koagulasi intrvaskular.
3. Keturunan
Sifat genetik seseorang akan mempengaruhi kemampuan dirinya dalam penyembuhan luka. Salah satu sifat genetik yang mempengaruhi adalah kemampuan dalam sekresi insulin dapat dihambat, sehingga menyebabkan glukosa darah meningkat. Dapat terjadi penipisan protein-kalori.
4. Sarana prasarana
Kemampuan ibu dalam menyediakan sarana dan prasarana dalam perawatan perineum akan sangat mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kemampuan ibu dalam menyediakan antiseptik.
5. Budaya dan Keyakinan
Budaya dan keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kebiasaan tarak telur, ikan dan daging ayam, akan mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat mempengaruhi penyembuhan luka.
Dampak Dari Perawatan Luka Perinium
Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat menghindarkan hal berikut ini :
1. Infeksi
Kondisi perineum yang terkena lokia dan lembab akan sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum.
2. Komplikasi
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir.
3. Kematian ibu post partum
Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian pada ibu post partum mengingat kondisi fisik ibu post partum masih lemah (Suwiyoga, 2004).
________________________________________